oke guys kali in saya akan ngepost tentang lagu ampar-ampar pisang dari kalimantan selatan, gimana sih asal mulanya... mau tau.... langsung aja deh kalau gitu...!!!
ASAL MULA TERCIPTANYA LAGU
AMPAR-AMPAR PISANG
Dikalimantan ada makanan
yang terbuat dari pisang,, cara mebuatnya pisang di susun / diampar hingga
benar2 bahkan dibiarkan hampir matang mendekati busuk setelah itu pisang
dijemur disusun/diampar di bawah sinar matahari sampai kira kira pisang
mengeras dan mengeluarkan bau manis yang sangat khas,, makanan daerah
kalimantan itu diebut rimpi ,, konon katanya / sejarahnya agu ampar ampar
pisang ni dinyanyikan iseng iseng sembari membikin kue rimpi yang terbuat dari
pisang itu,, dan isi dari lagu itu menceritakan tentang pisang yang diampar dan
dikerubuti binatang kecil kecil bisa terbang yang senang dgn aroma pisang (bari
bari),, trus diakhir lagu di ceritakan tentang binatang yang ditakuti anak
kecil zaman dulu (dikitip bidawang) yang artinya digigit biawak ,, konon kata
dikitip bidawang itu digunakan untuk menakuti anak anak yang suka mencuri
pisang/ kue rimpi yang masih dalam proses penjemuran
LEGENDA GUNUNG BATU HAPU
Tidak berapa jauh dari kota Rantau, ibu
kota Kabupaten Tapin Propinsi Kalimantan Selatanterdapat dua desa bernama Tambarangan danLawahan.
Menurut cerita orang tua-tua, dahulu kala di perbatasan kedua desa itu hiduplah
seorang janda miskin bersama putranya. Nama janda itu Nini Kudampai, sedangkan
nama putranya Angui.
Mereka tidak mempunyai keluarga
dekat sehingga tidak ada yang membantu meringankan beban anak beranak itu.
Walaupun demikian, Nini Kudampai tidak pernah mengeluh. Ia bekerja sekuat
tenaga agar kehidupannya dengan anaknya terpenuhi.
Saat itu, Angui masih kecil sehingga ia masih senang bermain, belum ada kesadaran untuk menolong ibunya bekerja. Angui tidak mempunyai teman sebaya sebagai teman bermain. Sebagai gantinya, ia ditemani tiga ekor hewan kesayangannya, yaitu ayam jantan putih, babi putih, dan seekor anjing yang juga putih bulunya. Ke mana pun ia pergi, ketiga ekor hewan kesayangan itu selalu menyertainya. Mereka tampak sangat akrab.
Saat itu, Angui masih kecil sehingga ia masih senang bermain, belum ada kesadaran untuk menolong ibunya bekerja. Angui tidak mempunyai teman sebaya sebagai teman bermain. Sebagai gantinya, ia ditemani tiga ekor hewan kesayangannya, yaitu ayam jantan putih, babi putih, dan seekor anjing yang juga putih bulunya. Ke mana pun ia pergi, ketiga ekor hewan kesayangan itu selalu menyertainya. Mereka tampak sangat akrab.
Pada suatu hari, ketika Angui
sedang bermain di halaman rumah, melintaslah seorang saudagar Keling. Saudagar
itu amat tertarik kepada Angui setelah menatap Angui yang sedang bermain. Ia
berdiri tidak begitu jauh dari tempat Angui bermain. Angui terus diamatinya.
Dari hasil pengamatan itu, ia mendapatkan sesuatu yang menonjol pada penampilan
Angui. Air muka Angui selalu jernih dan cerah. Ubun-ubunnya kelihatan
berlembah. Dahinya lebar dan lurus. Jari-jarinya panjang dan runcing ke ujung.
Di ujung-ujung jari itu terdapat kuku laki yang bagus bentuknya. Satu hal yang
memikat adalah adanya tahi lalat yang dimiliki Angui. Tahi lalat seperti itu
dinamakan kumbang bernaung.
Saudagar Keling mendapat
firasat bahwa tanda-tanda fisik yang dimiliki Angui menunjukkan nasib balk atau
keberuntungannya. Barang siapa memelihara anak itu akan bernasib mujur.
“Aku harus mendapatkan anak
itu,” katanya dalam hati. Tanpa menyia-nyiakan waktu, saudagar itu segera
menemui Nini Kudampai, sang ibu. Dengan keramahan dan kefasihan lidahnya
berbicara selain janji-janji yang disampaikan, ia dapat menaklukkan hati Nini
Kudampai. Nini Kudampai tidak keberatan jika Angui diasuh dan dipelihara
saudagar itu. Angui pun amat tertarik untuk mengikuti saudagar itu pulang ke
negerinya.
“Anak lbu tidak akan hilang,”
kata saudagar itu meyakinkan. “Percayalah Bu, suatu saat kelak ia pasti kembali
menemui ibunya, bukan sebagai Angui yang sekarang ini, tetapi sebagai orang
ternama.”
Walaupun Nini Kudampai telah
merelakan kepergian anaknya, ia tidak dapat menyembunyikan rasa harunya ketika
akan berpisah. Kesedihan dan keharuan kian bertambah ketika Angui meminta agar
ketiga hewan teman bermainnya selama ini dipelihara sebaik-baiknya oleh ibunya.
“Bu, tolong Ibu jaga babi
putih, anjing putih, dan ayam putihku. Jangan Ibu sia-siakan!” kata Angui
sambil mencium tangan ibunya dengan linangan air mata.
Saudagar Keling pulang ke
negerinya dan tiba dengan selamat bersama Angui. Angui diasuh dan
dipeliharanya, tak ubahnya memelihara anak kandung. Angui hidup bermanja-manja
karena kehendaknya selalu dikabulkan orang tua asuhnya. Kemanjaan itu berakibat
buruk kepadanya. Ia lupa diri dan menjadi anak nakal, pemalas, serta pemboros.
Saudagar Keling sering
tercenung seorang diri.
“Firasatku ternyata salah,”
katanya dalam hati, “rupanya keadaan lahir belum tentu mencerminkan sifat dan
watak seseorang.”
Saudagar Keling merasa tidak
mampu lagi menjadi orang tua asuh Angui. Kehadiran Angui dalam keluarga itu
hanya menyusahkannya saja. Tidak ada jalan lain yang dapat ditempuh selain
mengusir Angui. Saudagar Keling itu tidak mau memeliharanya lagi.
Angui amat menyesali
kelakuannya selama ini. Apa dayanya karena sesal kemudian tiada guna. Ia hidup
luntang-lantung tiada arah. Kesempatan baik telah disia-siakannya.
Syukurlah, lambat laun Angui
mampu mengatasi keputusasaannya.
“Aku harus menjadi manusia yang
berhasil,” katanya penuh tekad.
Ia menanggalkan sikap malasnya
dan mau bekerja membanting tulang. Ia tidak merasa malu melakukan pekerjaan apa
pun, asal pekerjaan itu halal.
Beberapa tahun kemudian, berkat
kerja keras dan kejujurannya dalam bekerja, is menjadi seorang saudagar kaya.
Kekayaannya tidak kalah dibanding kekayaan saudagar Keling yang pernah menjadi
orang tua asuhnya. Ketenarannya melebihi saudagar Keling itu.
Akhirnya, kekayaan Angui
melebihi kekayaan siapa pun di negeri Keling itu. Namanya makin terkenal
setelah is berhasil menyunting putri raja Keling menjadi istrinya. Sejak
menjadi menantu raja, Angui mendapat nama baru, yakni Bambang Padmaraga.
Meskipun sudah kaya, Angui
alias Bambang Padmaraga sering terkenang kampung halamannya. Ia amat rindu
kepada ibunya, Nini Kudampai. Ia juga teringat pada babi putih, anjing putih,
dan ayam putih, ketiga teman bermain yang disayanginya. Selain itu, ia ingin
memperkenalkan istrinya kepada ibunya dan menunjukkan keberhasilannya di
perantauan. Ia ingin membahagiakan ibunya yang bertahun-tahun ditinggalkannya
tanpa berita.
Pada suatu hari, Angui
mempersiapkan sebuah kapal yang lengkap dengan anak buahnya. Tidak lupa pula
bekal untuk perjalanan jauh dan cendera mata, Inang pengasuh bagi istrinya
turut serta dalam pelayaran ke negerinya. Ia dan istrinya menempati sebuah
bilik khusus di dalam kapal yang ditata begitu apik seperti dalam sebuah
istana.
Berita kembalinya Angui dan
istrinya, putri raja Keling, dengan naik kapal segera tersiar ke seluruh
penjuru. Nini Kudampai pun mendengar dengan penuh rasa syukur dan sukacita.
Apalagi kapal putranya itu konon merapat dan bersandar tidak berapa jauh dari
kediamannya.
Legenda Gunung Batu HapuNini Kudampai segera
berangkat ke pelabuhan dengan menggiring ketiga hewan piaraan teman bermain
Angui, yaitu babi putih, anjing putih, dan ayam putih. Ia berharap agar Angui
segera mengenalinya dengan melihat ketiga hewan itu.
Nini Kudampai pun berseru
melihat Angui berdiri berdampingan dengan istrinya di atas kapal, “Anakku!”
Sebenarnya, Angui mengenali
ibunya dan ketiga hewan piaraannya. Akan tetapi, ia malu mengakuinya di hadapan
istrinya karena penampilan ibunya sangat kumal. Jauh berbeda dengan ia dan
istrinya. Ia memalingkan muka dan memberi perintah kepada anak buahnya, “Usir
perempuan jembel itu!”
Hancur Iuluh hati Nini Kudampai
diusir dan dipermalukan putra kandung yang dilahirkan dan dibesarkannya. Angui
mendurhakainya sebagai ibu kandung. Ibu yang malang itu segera pulang ke rumah.
Tiba di rumah, is memohon kepada Yang Mahakuasa agar Angui menerima kutukan.
Belum pecah riak di bibir,
begitu selesai Nini kudampai menyampaikan permohonan kepada Tuhan, topan pun
mengganas. Petir dan halilintar menggelegar membelah bumi. Kilat
sabung-menyabung dan langit mendadak gelap gulita. Hujan deras bagai dituang
dari langit. Gelombang menggulung kapal bersama Angui dan istri serta anak
buahnya. Kapal dan segenap isinya itu terdarnpar di antara Tambarangan dan
Lawahan. Akhirnya, kapal dan isinya berubah menjadi batu.
Itulah sekarang yang dikenal
sebagai Gunung Batu Hapu, yang telah dibenahi pemerintah menjadi
objek pariwisata. Setiap saat, terutama hari libur, tempat itu banyak
dikunjungi orang.
Lirik Lagu Kalimantan
Selatan Ampar-Ampar
Ampar
ampar pisang
Pisangku balum masak
Masak sabigi dihurung bari-bari
Masak sabigi dihurung bari-bari
Mangga lepak mangga lepok
Patah kayu bengkok
Bengkok dimakan api
apinya canculupan
Patah kayu bengkok
Bengkok dimakan api
apinya canculupan
Jari kaki sintak dahuluakan masak
Ampar ampar pisang
Pisangku balum masak
Masak sabigi dihurung bari-bari
Masak sabigi dihurung bari-bari
Mangga ricak mangga ricak
Patah kayu bengkok
Tanduk sapi tanduk sapi kulibir bawang
Nang mana batis kutung dikitip bidawang
Pisangku balum masak
Masak sabigi dihurung bari-bari
Masak sabigi dihurung bari-bari
Mangga lepak mangga lepok
Patah kayu bengkok
Bengkok dimakan api
apinya canculupan
Patah kayu bengkok
Bengkok dimakan api
apinya canculupan
Jari kaki sintak dahuluakan masak
Ampar ampar pisang
Pisangku balum masak
Masak sabigi dihurung bari-bari
Masak sabigi dihurung bari-bari
Mangga ricak mangga ricak
Patah kayu bengkok
Tanduk sapi tanduk sapi kulibir bawang
Nang mana batis kutung dikitip bidawang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar